Teori-teori prasangka sosial Prejudis

Prasangka merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagian besar disebabkan oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yang dapat menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas dapat menyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul dalam interaksi sosial, iaitu: teori konflik realistik, teori belajar sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori perbandingan sosial, teoribiologi dan deprivasi relative

Teori Konflik Realistik

Teori ini memandang bahawa terjadinya kompetisi (biasanya persaingan memperoleh sumber-sumber langka, seperti ekonomi dan kekuasaan) dan konflik antara kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasikan anggota out group. Kompetisi yang terjadi antara dua kelompok yang saling mengancam akan menimbulkan permusuhan dan menciptakan penilaian negatif yang bersifat timbale balik. Jadi, prasangka merupakan konsekuensi dari konflik nyata yang tidak dapat dielakan. Judd dan Park (1988) menyatakan bahawa ketika kelompok ada dalam situasi kompetisi maka akan memunculkan efek homogenitas out group , iaitu kecenderungan untuk m elihat semua anggota dari out group adalah sama atau homogen semakin intensif. LeVine dan Campbel (1972) menyebut kompetisi yang terjadi sebagai konflik kelompok yang realistik. Biasanya terjadi kerana kedua kelompok bersaing untuk memperebutkan sumber langka yang sama. Contoh dari teori konflik realistik adalah prasangka anti-Negro di Selatan (Amerika Serikat) yang menyatakan bahawa penyebabnya adalah konflik kelompok yang realistis. Pada saat itu, di daerah Selatan relatif miskin, dan sangat tergantung pada perkebunan kapuk dan tembakau, serta industri yang relatif kecil. Ladang kerja sedikit dan jauh, sehingga kelas pekerja berdasarkan jenis kulit mengalami persaingan. Individu negro merupakan pekerja yang tidak terampil dan kurang terdidik berusaha memperebutkan ladang kerja yang langka itu dengan individu kulit putih yang pada dasarnya merupakan pekerja yang terampil dan terdidik. Berdasarkan teori, konflik yang terjadi antara kedua kelompok tersebut menumbuhkan rasialisme dan menunjang timbulnya diskriminasi kerja terhadap individu Negro, kerana individu kulit putih memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang lebih besar.

Teori Belajar Sosial

Menurut teori belajar sosial, prasangka adalah sesuatu yang dipelajari seperti halnya individu belajar nilai-nilai sosial yang lain. Prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma-norma mengenai stereotaip dan perilaku antara kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotaip dan prasangka. Contoh dari teori belajar sosial adalah di Amerika, banyak anak kulit putih yang mungkin melihat tuanya bersikap diskriminatif terhadap individu kulit hitam, mendengar ucapan-ucapan orang tuanya yang meremehkan kulit hitam, dan melarang anaknya untuk bermain dengan anak-anak kulit hitam. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka akan mendengar pembicaraan teman-teman sebayanya yang mengatakan bahawa individu kulit hitam adalah jelek dan mereka akan dikucilkan jika kelihatan bermain dengan kulit hitam. Orang tua mereka juga menekankan cerita-cerita yang mengatakan individu kulit hitam merupakan pelanggar hukum. Sehingga dari kejaadian-kejadian tersebut anak diajarkan untuk berprasangka terhadap individu kulit hitam. Anak-anak memiliki model orang tua dan teman sebaya yanag berprasangka dan juga menghukum jika ia bermain dengan individu kulit hitam, dengan demikian anak belajar untuk membenci kulit hitam.

Teori Kognitif

Teori kognitif menjelaskan bagaimana cara individu berfikir mengenai prasangka (objek yang dijadikan sasaran untuk diprasangkai) dan bagaimana individu memproses informasi dan memahami secara subjektif mengenai dunia dan individu lain. Dalam mengamati individu lain, seseorang berusaha mengembangkan kesan yang terstruktur mengenai individu lain dengan cara melakukan proses kategorisasi. Kategorisasi sering kali didasarkan pada isyarat yang sangat jelas dan menonjol, seperti warna kulit, bentuk tubuh, dan logat bahasa. Berdasarkan teori kognitif, prasangka timbul kerana adanya atribusi dan perbedaan antara in group dan out group

Teori Atribusi

Atribusi adalah proses bagaimana kita mencuba menafsirkan dan menjelaskan perilaku individu lain, iaitu untuk melihat sebab tindakan mereka. Menurut teori atribusi, prasangka disebabkan oleh individu sebagai pengamat melakukan atribusi yang “bias” terhadap target prasangka. Thomas Pettigrew (1979), Emmot, Pettigrew dan Johnson (1983) mengemukakan bahawa individu yang berprasangka cenderung melakukan “ultimate attribution error”, yang merupakan perluasan dari “fundamental attribution error”. Pettigrew juga menyebutkan adanya ketidakkonsistenan atribusi individu yang berprasangka terjadi kerana target prasangka menunjukkan perilaku positif, iaitu:

  1. Kasus yang terkecuali (exceptional case) – Individu yang berprasangka akan memandang tindakan positif individu yang ditunjukkan target prasangka sebagai kasus yang terkecuali. Sebagai contoh,individu kulit putih yang melihat individu kulit hitam memiliki perilaku yang baik akan menyebutkan bahawa individu kulit hitam tersebut berbeda dari individu kulit hitam lainnya.
  2. Nasib baik atau keberuntungan istimewa (luck or special advantage) – Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukan sebagai potensi atau pembawaan yang baik dari target prasangka, melainkan target prasangka sedang mengalami nasib baik atau mendapatkan keberuntungan.
  3. Konteks situasional – Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, makamereka akan mempersepsikan hal tersebut lebih banyak dipengaruhi olehfaktor paksaan situasi (konformitas), bukan disebabkan oleh faktor disposisikepribadiannya.
  4. Usaha dan motivasi yang tinggi – Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif (misalnya berprestasi), maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukansebagai usaha dan motivasi target prasangka untuk mencapai kesuksesan,bukan kerana kemampuannya.
  5. In group dan out group – Secara umum, in group dapat diartikan sebagai suatu kelompok di manaseseorang mempunyai perasaan memiliki dan “common identity” (identitasumum). Sedangkan out group adalah suatu kelompok yang dipersepsikan jelasberbeda dengan “ in group ”. Adanya perasaan “ in group” sering menimbulkan “ingroup bias”, iaitu kecenderungan untuk menganggap baik kelompoknya sendiri. Menurut Henry Tajfel (1974) dan Michael Billig (1982) In group bias merupakan refleksi perasaan tidak suka pada out group dan perasaan suka pada ingroup . Hal tersebut terjadi kemungkinan kerana loyalitas terhadap kelompok yang dimilikinya yang pada umumnya disertai devaluasi kelompok lain. Berdasarkan Teori Identitas Sosial, Henry Tajfel dan John Tunner (1982)mengemukakan bahawa prasangka biasanya terjadi disebabkan oleh “in groupfavoritism”, iaitu kecenderungan untuk mendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan in group di atas out group. Berdasarkan teori tersebut, masing-masing dari kita akan berusaha meningkatkan harga diri kita,iaitu : identitas pribadi (personal identity ) dan identitas sosial yang berasal darikelompok yang kita miliki. Jadi, kita dapat memperteguh harga diri kita dengan prestasi yang kita miliki secara pribadi dan bagaimana kita membandingkan dengan individu lain. Identitas sosial merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu.Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri danharga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitaskelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Sebaliknya jikakelompok yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal itu jugaakan menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.Demikan pula akhirnya prasangka diperkuat.Sebagai upaya meningkatkan harga diri, seseorang akan selalu berusaha untuk memperoleh identitas sosial yang positif. Upaya meningkatkan identitas sosial yang positif itu diantaranya dengan membesar-besarkan kualitas kelompok sendirisementara kelompok lain dianggap kelompok yang inferior. Secara alamiah memang selalu terjadi in group bias yakni kecenderungan untuk menganggap kelompok lain lebih memiliki sifat-sifat negatif atau kurang baik dibandingkan kelompok sendiri. Tidak setiap orang memiliki derajat identifikasi yang sama terhadap kelompok. Ada yang kuat identifikasinya dan ada pula yang kurang kuat. Orang dengan identifikasi social yang kuat terhadap kelompok cenderung untuk lebih berprasangka daripada orang yang identifikasinya terhadap kelompok rendah. Secara umum derajat identifikasi seseorang terhadap kelompok dibedakan menjadi dua yakni, high identifiers dan low identifiers. High identifiers mengidentifikasikan diri sangat kuat, bangga, dan rela berkorban demi kelompok. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan melindungi dan membela kelompok kala mendapatkan imej yang buruk. Dalam situasi yang mengancam kelompok, orang dengan high identifiers akan menyusun strategi kolektif untuk menghadapi ancaman tersebut. Sebaliknya low identifiers kurang kuat mengidentifikasikan kedalam kelompok. Orang dengan identifikasi rendah terhadap kelompok ini akan membiarkan kelompok terpecah-pecah dan melepaskan diri mereka darikelompok ketika berada dibawah ancaman. Mereka juga merasa bahawa anggota-anggota kelompok kurang homogen.Teori identitas sosial memiliki dua prediksi, iaitu : (1)ancaman terhadap hargadiri seseorang akan meningkatkan kebutuhan untuk in group favoritism dan (2)ekspresi in group pada gilirannya meningkatkan harga diri seseorang. MenurutWorchel dan kawan-kawan (2000), biasanya loyalitas dan in group favoritism akan lebih muncul dan lebih intens pada kelompok minoritas daripada kelompok mayoritas.Pada dasarnya, timbulnya in group bias selain bergantung pada tendensiseseorang untuk berinteraksi secara primer dengan anggota kelompok merekasendiri, juga bergantung pada pola interaksi yang ada antara kelompok. Jikainteraksi anatr kelompok jauh, maka gap antara kelompok akan lebar dan dapatmemperbesar kemungkinan timbulnya in group bias.

Teori psikodinamika

Menurut teori psikodinamika, prasangka adalah agresi yang dialihkan. Pengalihan agresi terjadi apabila sumber keresahan tidak dapat diserang kerana rasatakut dan sumber keresahan itu benar-benar tidak ada. Prasangka juga dapat timbulakibat terganggunya fungsi psikologi dalam diri individu tersebut.Berdasarkan teori psikodinamika, prasangka timbul kerana adanya rasakeresahan dan kepribadian yang otoriter:

  1. Teori keresahan. Menurut teori keresahan, prasangka merupakan manifestasi dari “displaced aggression” sebagai akibat dari keresahan. Asumsi dasar teori ini adalah jika tujuanseseorang dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut akan mengalamikeresahan. keresahan yang dialami akan membawa individu tersebut pada perasaanbermusuhan terhadap sumber penyebab keresahan. Hal itulah yang menyebabkanindividu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang memilikikekuasaan.
  2. Kepribadian Otoriter. Adorno, Frenkel, Brunswick, Levinson dan Sanfok (1950) pada bukunya yangberjudul The Authoritarian Personality menyebutkan bahawa prasangka adalahhasil dari karakteristik kepribadian tertentu yang disebut dengan istilahkepribadian otoriter. taip kepribadian ini ditandai dengan super ego yang ketatdan kaku, id yang kuat, dan struktur ego yang lemah. Kepribadian otoriterberkembang kerana perasaan bermusuhan yang latent kepada oarng tua yang rigid (kaku) dan tidak terlalu banyak menuntut.Sebagai contoh, anak yang memiliki orang tua dangan pola pengasuhanotoriter akan memiliki anggapan bahawa orang tua selalu benar kerana memilikikuasa akan dirinya dirumah. Hal itu dapat menyebabkan permusuhan dasar anak terhadap orang tuanya. Namun kerana anak tidak berani untuk mengarahkan permusuhannya langsung kepada orang tuanya, ia akan mengarahkan permusuhanitu kepada temannya yang lemah atau tidak memiliki kekuasaan.

Teori kategorisasi sosial

Dunia merupakan kekompleksan yang tiada batas. Melalui kategorisasi kita membuatnya menjadi sederhana dan bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain,kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan,tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau in group . Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai out group. Seseorang pada saat yang sama bias dikategorikan dalam in group ataupun out group sekaligus. Misalnya Sandi adalah tetangga kita, jadi sama-sama sebagai anggota kelompok pertetanggaan lingkungan RT. Pada saat yang sama ia merupakan lawan kita kerana ia bekerja pada perusahaan saingan kita. Jadi, Sandi termasuk satu kelompok dengan kita (ingroup) sekaligus bukan sekelompok dengan kita (out group) . Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-lebihkan perbedaan antara kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antara kelompok yang ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering di ekspos sementara kesamaan yang ada cenderung untuk diabaikan. Disisilain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Sebagai contoh perbedaan antara etnik jawa dan etnik batak akan cenderung di lebih-lebihkan, misalnya dalam bertutur kata di mana etnik jawa lembut dan etnik Batak kasar. Lalu, orang-orang seetnik cenderung untuk merasa sangat identik satu sama lain padahal sebenarnya di antara mereka relatif cukup berbeda. Ukuran kelompok adalah faktor penting dalam menilai apakah di antara anggota-anggotanya relatif sama ataukah plural. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similar dalam kelompok, sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada di dalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan sosial. kerana sebagaimana yang dikatakan oleh Islam dan Hewstone (1993) hubungan yang cenderung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain. Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara dua pihak yang berbeda. Jika yang satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk. Kelompok sendiri biasanya akan dinilai baik, superior, dan layak dibangga kanuntuk meningkatkan harga diri. Sementara itu disaat yang sama, kelompok lain cenderung dianggap buruk, inferior, dan memalukan. Keadaan ini bias menimbulkan konflik kerana masing-masing kelompok merasa paling baik. Keadaan konflik ini baik terbuka ataupun tidak melahirkan prasangka. Oakes, Haslam & Turner (1994) menyatakan bahawa kategorisasi sosial juga akanmelahirkan diskriminasi antara kelompok jika memenuhi keadaan berikut : Derajat subjek mengidentifikasi dengan kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok semakin tinggi kemungkinan melakukan diskriminasi. Menonjol tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok yang relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk terjadi diskriminasi juga besar. Derajat di mana kelompok dibandingkan pada dimensi-dimensi itu (kesamaan,kedekatan, perbedaan yang ambigu). Semakin sama, semakin dekat, dan semakin ambigu yang dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan mengecil. Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar.Status relatif in group dan karakter perbedaan status antara kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi

Teori perbandingan sosial

Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kitadengan kelompok lain. Hal-hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki,mulai dari status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian dansebagainya. Konsekuensi dari pembandingan adalah adanya penilaian sesuatulebih baik atau lebih buruk dari yang lain. Melalui perbandingan sosial kita jugamenyadari posisi kita di mata orang lain dan masyarakat. Kesadaran akan posisiini tidak akan melahirkan prasangka bila kita menilai orang lain relatif memilikiposisi yang sama dengan kita. Prasangka terlahir ketika orang menilai adanyaperbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status yang tidak seimbanglah yangakan melahirkan prasangka (Myers, 1999). Dalam masyarakat yang perbedaankekayaan anggotanya begitu tajam prasangka cenderung sangat kuat. Sebaliknyabila status sosial ekonomi relatif setara prasangka yang ada kurang kuat.Para sosiolog menyebutkan bahawa prasangka dan diskriminasi adalah hasildari stratifikasi sosial yang didasarkan distribusi kekuasaan, status, dan kekayaanyang tidak seimbang di antara kelompok-kelompok yang bertentangan (Manger,1991). Dalam masyarakat yang terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan ideologiyang menjustifikasi praktik diskriminasi untuk mempertahankan posisimenguntungkan mereka dalam kelompok sosial. Hal ini membuat kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa menggoyahkanhegemoni mereka. Sementara itu kelompok yang didominasipun berprasangkaterhadap kelompok dominan kerana kecemasan akan dieksploitasi

Teori biologi

Menurut pendekatan ini prasangka memiliki dasar biologis. Hipotesisnya adalah bahawa kecenderungan untuk tidak menyukai kelompok lain dan hal-hal lain yang bukan milik kita merupakan warisan yang telah terpetakan dalam genkita. Pendekatan biologis ini berasal dari sosiobiologi. Rushton dalam Baron danByrne (1991) mengistilahkan pendekatan ini sebagai genetic similarity theory . Asumsi dari teori ini adalah bahawa gen akan memastikan kelestariannya dengan mendorong reproduksi gen yang paling baik yang memiliki kesamaan. Bukti dari hal ini adalah bisa dilacaknya nenek moyang kita melalui DNA kerana kita dengan nenek moyang kita memiliki kesamaan gen. Maka, menurut teori ini orang-orang yang memiliki kemiripan satu sama lain atau yang menunjukkan pola sifat yang mirip sangat mungkin memiliki gen-gen yang lebih serupa dibandingkan dengan yang tidak memiliki kemiripan satu sama lain. Misalnya orang-orang yang berasal dari etnik yang sama memiliki gen yang relatif lebih mirip daripada dengan orang dari etnik yang berbeda. Menurut teori kesamaan gen, faktor kesamaaan gen dalam satu etnik dimungkinkan sebagai faktor yang menyebabkan individu berperilaku lebih murah hati terhadap anggota etniknya daripada kepada etnik yang berbeda. Rushton juga menyebutkan bahawa ketakutan dan kekurang percayaan terhadap orang asing telah terpola dalam gen, sebab meskipun orang asing tidak membahayakan sama sekali, kecenderungan curiga dan tidak percaya tetap ada. Hal ini memberikan kontribusi nyata terhadap munculnya prasangka. Banyak ilmuwan menolak teori sosiobiologis. Teori ini dinilai tidak bias dipertanggungjawabkan. Mereka yang menolak berpendapat bahawasanya prasangka semata-mata merupakan produk dari adanya interaksi sosial dan kecenderungan kepribadian tertentu.

Deprivasi Relatif

Deprivasi relatif adalah keadaan psikologis di mana seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami ketidakadilan yang muncul kerana deprivasi akan mendorong adanya prasangka (Brown, 1995). Misalnya di suatu wilayah, sekelompok etnik A bermata pencaharian sebagai petani padi sawah. Masing-masing keluarga etnik tersebut mengerjakan sawah seluas 2 ha. Rata-rata hasil panen yang didapatkan setiap kali panen (1 kali setahun) adalah 8 ton padi. Mereka sangat puas dengan hasil tersebut dan merasa beruntung. Kemudian datanglah sekelompok etnik B yang juga mengerjakan sawah di wilayah itu dengan luas 2 ha per keluarga. Ternyata, hasil panenan kelompok etnik B jauh lebih banyak (14 ton sekali panen). Sejak itu muncullah ketidakpuasan etnik A terhadap hasil panennya kerana mengetahui bahawa etnik B bisa panen lebih banyak. Ketidakpuasan yang dialami etnik A itu merupakan deprivasi relatif. Pada awal kedatangan etnik B, mereka disambut baik oleh etnik A. Akan tetapi setelah etnik B berhasil memanen padi di sawah barunya, mulailah timbul ketidaksukaan etnik A terhadap etnik B. etnik A menuduh etnik B berkolusi engan petugas pengairan sehingga mendapatkan pengairan yang lebih baik kerananya hasil panennya lebih baik. etnik A mulai merasakan adanya perlakuan yang tidak adil dari petugas pengairan terhadap mereka, meski sebenarnya tidak ada pembedaan perlakuan dari petugas tesebut. Tidak hanya itu, dalam berbagai hal etnik A pun jadi berprasangka terhadap etnik B, dan mulai tidak menerima kehadiran etnik B. Contoh diatas menggambarkan timbulnya prasangka akibat dari deprivasi relatif. Hal demikian seringkali terjadi terutama di daerah-daerah di mana terdapat penduduk asli dan penduduk pendatang yang cukup besar. Contoh paling bagus adalah daerah transmigrasi di mana penduduk asli tinggal tidak jauh dari sana. Sepanjang keadaan ekonomi penduduk asli masih lebih baik daripada transmigran,penerimaan penduduk asli terhadap transmigran akan berjalan baik. Akan tetapi begitu keadaan ekonomi pendatang menjadi lebih baik daripada penduduk asli maka mulai timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, hal mana mulai menimbulkan prasangka dan berbagai gejolak lainnya.